Abepura, Selasa 8 Oktober 2024
HUMAS PAPUA INFO – Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Papua, Anthonius M Ayorbaba, S.H.,M.Si memberikan pemahaman tentang Kekayaan Intelektual kepada Mahasiswa Universitas Cenderawasih pada kegiatan yang dikemas dalam Rumah Kurasi sebuah Program Kolaborasi Universitas Cenderawasih Bersama dengan Kanwil Kemenkumham Papua. Kegiatan ini digelar bertempat di Grand Abepura Hotel, Lt 7 Ballroom veronika, di Jln. Raya Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Selasa (8/10/2024). Turut mendampingi Kakanwil, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Papua, Max Wambrauw dan Tim dari Bidang Pelayanan Hukum. Ayorbaba menyampaikan 4 (empat) pilar utama kekayaan intelektual (KI) yaitu penciptaan karya intelektual, perolehan perlindungan KI, penegakan hukum, dan komersialisasi KI. “Itu siklus yang tidak bisa dibolak-balik,” ungkap Ayorbaba.
Secara keseluruhan yang terjadi di Papua, kata Ketua Alumni Sakura Uncen itu, orang masih banyak yang mengabaikan perolehan perlindungan KI. Sehingga, apabila terdapat masalah pada komersialisasi maka penegakan hukum tidak dapat dilakukan. “Kami tidak punya dasar kalau adik-adik tidak mendaftarkan karya intelektual untuk memperoleh perlindungan,” kata pria kelahiran 15 Mei pada 54 tahun yang lalu. Kegiatan Rumah Kurasi ini sesungguhnya lanjutan dari Kegiatan Studentpreneur (Super), Ayorbaba menjelaskan KI adalah hak yang timbul dari olah pikir, karsa rasa yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. “Kekayaan intelektual itu hikmat yang Tuhan berikan kepada pribadi seseorang karya dia lihat, dia rasakan, dia alami. dan dia melakukan potret dari kondisi alami yang diubah menjadi sebuah produk dan itu bermanfaat bagi dirinya dan orang lain,” ujarnya.
Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo, Ayorbaba mengatakan sumber daya alam suatu saat akan berakhir (habis) tapi potensi kekayaan Intelektual itu menjadi brand baru terhadap prospek Indonesia yang akan datang. KI terbagi menjadi dua yaitu kepemilikan komunal dan personal. Kepemilikan komunal meliputi ekspresi budaya tradisional (EBT), pengetahuan tradisional (PT) dan sumber daya genetik (SDG) dan potensi indikasi geografis. “Semua yang lahir dari kekayaan intelektual personal bermula dari kekayaan intelektual komunal,” kata Ayorbaba (8/10). Ia mencontohkan batik Papua yang merupakan kekayaan intelektual komunal. Corak dan motif Batik bagian dari ekspresi Budaya kekayaan tradisional. Personal yang menangkap peluang tersebut, mengubah ukiran tradisional itu menjadi sebuah produk yang disebut batik. “Jadi ia mengubah dari ekspresi tradisional menjadi hak cipta,” Jelasnya.
Ayorbaba menyarankan mahasiswa yang dalam kegiatan ini bisa mendaftarkan hak cipta dan merek dagang, juga Perseroan Perorangan. Untuk proses pendaftaran, merek dagang membutuhkan waktu yang lama kurang lebih enam bulan dibandingkan sertifikat hak cipta bisa diproses dalam tujuh menit, melalui Program (Pencatatan Otomatis Pendaftaran Hak Cipta (POP HC). Biaya pendaftarannya Rp 1,8 juta untuk umum dan Rp 500 ribu untuk UMK. Sertifikat tersebut berlaku selama sepuluh tahun dan bisa diperpanjang. Dari pemaparan tersebut, Mahasiswa Program Studi Akuntasi, Yos Imbiri memperoleh pemahaman pentingnya perlindungan bagi usaha yang dijalankan. “Dari sini saya tahu bahwa ketika kita mempunyai bisnis, seharusnya kita sudah mendaftarkan [ke kemenkumham] supaya mendapatkan perlindungan hukum. Jadi ketika saya punya bisnis lalu orang lain ingin menconteknya [merek dagang] tidak bisa, usaha-usaha mahasiswa tersebut memiliki legalitas. “Harapannya, produk mereka terdaftar di Kemenkumham dan memiliki nilai ekonomis bagi usaha mereka. Selain melindungi HAKI, hak merek nilainya akan sedikit berbeda dengan yang terdaftar secara resmi,” katanya.
Rumah Kurasi yang merupakan lanjutan dari Program Super, Kurniawan menyebutkan untuk Super sendiri merupakan Program Pelatihan. Sementara untuk Rumah Kurasi kita realkan berkolaborasi dengan Kemenkumham Papua untuk out put berupa Legalitas hukum. "Hari ini ada bukti nyatanya berkat kolaborasi bisa diterbitkan sebanyak 10 Sertifikat, 9 PT Perseroan Perorangan dan 1 Hak Cipta berupa Buku, jadi perbedaannya SUPER sendiri program untuk Pelatihan sedangkan Rumah Kurasi lebih kepada progres dan legalitas Hukum kolaborasi Program bersama Kemenkumham," terang Kurniawan (8/10) Kurniawan mengatakan dari 84 tim terpilih 50 tim yang mengikuti Kegiatan Rumah Kurasi dan mendapatkan pendanaan dari kampus. Masing-masing mendapatkan modal sebesar Rp 9 juta. Berdasarkan proposal wirausaha tersebut sudah ada yang berjalan dan ada yang masih dalam bentuk ide dan dalam bentuk prototype. “Untuk kategori tim yang sudah memiliki produk dan menjalankan usahanya (startup) akan langsung menerima Rp 9 juta, sedangkan kategori initiation pemberiannya dua tahap, pertama Rp 5 juta, lalu dievaluasi perkembangannya kemudian diberikan lagi sisanya Rp 4 juta,” katanya. (*)
LAPORAN TIM HUMAS KANWIL KEMENKUMHAM PAPUA
WEB : www.papua.kemenkumham.go.id
Twitter : @kanwilpapua
IG. : humaskemenkumhampapua
FB : Humas Kemenkumham Papua